Optimisme dunia pendidikan dari ayah dan ibuku


Optimisme dunia pendidikan dari ayah dan ibuku

Aku bersyukur dilahirkan dan dibesarkan oleh kedua orang tuaku yang berprofesi sebagai guru Sekolah Dasar (SD). Gaya pendidikan khas seorang guru dalam mendidikku terasa sangat nikmat kualami. Hingga sekarang mereka berdua tetap mengabdi dengan ikhlas  didalam pengabdian kepada pendidikan yang sudah hampir 30 tahun dijalani. Pengabdian yang tak kenal lelah untuk mendidik anak bangsa menjadi lebih berkualitas, berakhlak mulia dan berwawasan kebangsaan.

Waktu berkumpul dirumah menjadi ajang bagiku mengambil pelajaran dari sejarah yang diceritakan kedua orangtuaku. Sejarah mereka berdua dalam perjuangan mengisi kemerdekaan dengan mencerdaskan generasi penerus bangsa. Mereka bercerita bahwa awal pengabdian di inisiasi ketika lulus dari sebuah Sekolah Pendidikan Guru (SPG). Alumnus di sebar ke seluruh wilayah yang membutuhkan guru SD. Beruntung bagi ayahku, beliau langsung menjadi seorang PNS seingatku. Sehingga cukup memberikan kepuasan diri meski gajinya waktu itu cukup kecil dibandingkan dengan profesi lain yang ada. Ibuku, beliau menjalani “wiyata bakti” di sebuah sekolah dasar yang lokasinya harus ditempuh dengan berjalan kaki kurang lebih hampir satu jam melewati kebun kopi yang sangat sepi. Cerita itu akan berlanjut hingga apa yang dialaminya sekarang. Hebatnya, tak ada keluhan, dari kesemuanya disimpulkan dengan munculnya motivasi dan rasa optimisme akan keberhasilan serta majunya dunia pendidikan. Rasa syukur selalu tertambat di kalbu. Hambatan yang ada dianggap tantangan yang akan menambah semangat juang. Semua hal kecil yang dilakukan pasti kan bermanfaat. Tetaplah optimis… Selalu ada harapan… Begitulah pesan tersirat dari nasihatnya padaku.

Dari kisah tersebut memunculkan ketermenungan tentang pendidikan di negeri kaya sumber daya alam ini. Pendidikan yang diharapkan mampu meningkatkan derajat martabat bangsa dengan cara mencerdaskan kehidupan generasi penerus seperti yang diamanatkan dalam pembukaan undang – undang dasar 1945. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk mendongkrak kualitas hidup. Meski terkadang semua itu seperti mimpi yang belum tercapai. Kenyataannya masih banyak kecarutmarutan yang terjadi. Mulai sistem pendidikan yang selalu berganti, kekurangan guru dan ketiadaan fasilitas sekolah, hingga banyak anak negeri tak mampu mengenyam pendidikan formal karena faktor klasik berupa ekonomi. Namun sebagaimana yang ditanamkan kedua orangtuaku semua itu bukanlah halangan. Tetaplah optimis… itu semua tantangan yang harus dihadapi …Selalu ada harapan…

Sistem pendidikan kita bisa dikatakan sedang berkembang. Banyak yang sedang dibenahi.  Dari perubahan yang ada kadang kita sebagai masyarakat melihat sebagai hal yang terasa absurd. Ganti menteri ganti sistem, begitulah inti obrolan yang sering terdengar. Memang dari sisi kemapanan sistem sepertinya pendidikan kita dibuat uji coba. Tak tahu telaah apa yang telah dilakukan ketika program meluncur. Namun kita patut berprasangka baik pada pemangku kepentingan dan pengambil keputusan dalam sistem pendidikan. Pastinya mereka tak ingin negara ini hancur karena pendidikan yang hancur pula. Sekarang ini juga telah terasa sistem pendidikan yang mulai membaik. Perwujudan pendidikan dasar untuk semua kalangan pun mengalir deras di banyak tempat. Sedikit demi sedikit permasalahan akan terurai dengan kerja keras. Mari kita selalu tengok sisi baiknya. Tetaplah optimis… Selalu ada harapan…

Kekurangan tenaga pendidik juga menjadi objek menarik yang sering terkemuka. Kekurangan guru ini sangat erat dengan tidak meratanya distribusi. Disuatu tempat jenuh sumber daya, di tempat lain tak ada pengajar di sekolah. Tak dipungkiri hal itu memang begitu adanya. Pemerintah tak menutup mata akan hal ini, banyak usaha dilaksanakan -meski masyarakat sering menilai tak ada usaha untuk merubah keadaan-. Pun dengan pihak swasta dan masyarakat tak kalah giat berpartisipasi.. Banyak yang telah mereka kerjakan. Pemerintah telah memprogramkan guru untuk daerah hingga ke garis terluar negeri. Swasta melalui Corporate Sosial Responbility (CSR) turut mendukung dengan kemampuan finansial yang mereka miliki. Masyarakat banyak yang dengan rela mengajar hingga ke pelosok negeri. Banyak hal telah berjalan melalui kerja keras bersama. Kita tunggu hasilnya beberapa tahun mendatang. Kita tengok semua objek dari kacamata positif. Tetaplah optimis… Selalu ada harapan…

Dewasa ini untuk pendidikan dasar 9 tahun telah diberikan jaminan oleh pemerintah dengan adanya peraturan tentang tidak dipungut biaya apapun dalam proses pembelajaran di sekolah. Sangat membantu memang, namun ternyata tetap saja banyak anak bangsa ini yang tak ikut mengenyam fasilitas tersebut. Di sekolah memang sudah bebas biaya, namun akses untuk menuju sekolah tetap saja da yang masih dirasa sangat sulit. Terkadang jarak menjadi masalah, terkadang transportasi menjadi masalah, terkadang pula membantu ekonomi keluarga menjadi sebuah pilihan yang didahulukan dari sekolah. Dibalik semua itu apakah kemudian tak ada solusi? Bukan, itu bukan akhir dunia pendidikan. Saat ini banyak sekolah yang di bangun mendekati rumah tinggal seperti kampung dan pemukiman lain. Setiap desa alias kelurahan hampir pasti ada sekolah. Tinggal mari kita tanamkan pada generasi kita tentang pentingnya nilai pendidikan bagi masa depan. Ketika idealisme telah tertanam, kesadaran muncul, saat itulah banyak hal baik kan muncul.Tetaplah optimis… Selalu ada harapan…

Dari ketermenungan kembali ku tersadarkan dengan lanjutan cerita ayah dan ibuku. Mereka bangga melihat anak didik yang sukses menggapai masa depan berkat pendidikan. Kebanggan lebih bertambah ketika “mantan” muridnya dulu silaturahmi ke rumah ketika lebaran. Memang, anak Indonesia selalu menghargai pahlawan mereka, termasuk pahlawan tanpa tanda jasa yang begitu berharga.

Tak jarang diantara tuturan kisah  terselip kisah pilu tentang keadaan sebagian guru senasib seperjuangan. Hingga di usia mereka yang telah menginjak kepala 3 bahkan 4 tetap saja status guru “wiyata” menempel di pundak. Tentu hal itu mengandung konsekuensi juga terhadap gaji yang diterima dan nilai sosial di masyarakat. Sering pula ayah ibu ku menahan air mata ketika mendengar berita anak tidak putus sekolah. Juga ketika mendengar anak tidak lulus sekolah karena ujian akhir yang tidak memenuhi standar. Perjuangan mereka selama masa pendidikan seolah hanya dinilai dari angka-angka. Padahal bisa jadi keinginan mereka kuat untuk lebih baik, namun ada saja hal-hal yang menggangu. Ini adalah PR kita semua. Pasti ada solusi.

Ya, ayah dan ibuku bercerita bukan untuk mengeluh, ayah dan ibuku bercerita bukan untuk menyesali, ayah dan ibuku bercerita bukan untuk mencela maupun menertawakan keadaan. Namun mereka bercerita untuk mengajarkan rasa syukur, mereka bercerita untuk menanamkan optimisme dunia pendidikan

Tetaplah optimis… Selalu ada harapan untuk dunia pendidikan kita…

10 thoughts on “Optimisme dunia pendidikan dari ayah dan ibuku

  1. yulidafithri

    mewariskan optimisme dan rasa syukur dari generasi kegenerasi tanpa harus menggurui,,,semoga dapat diteladani,,,

    Like

    Reply
  2. susi

    harapan akan selalu ada
    tergantung dari orng yg mempunyai harapan, apkh hanya skdr harapan ataukah mewujudkn hrpn mjd kenyataan.

    Like

    Reply
    1. akhanggas Post author

      iya, asa lah yang membikin hidup terus berwarna
      dari asa mari kita wujudkan dengan ikhtiar kerja keras dan tawakal diiringi do’a yang ajiib banget kekuatannya 😉

      Like

      Reply
  3. asshalihah putri

    Bangga dg guru2 yg berjuang demi pendidikan anak2 didiknya, dr merekalah lahir org2 hebat yg mmiliki jabatan dan pangkat tggi dberbagai tempat, tp msh ada saja yg kdg mlupakan prjuangan mereka.. 🙂

    Like

    Reply
    1. akhanggas Post author

      menghargai jasa para pahlawan merupakan salah satu tanda bangsa yang besar, termasuk pahlawan tanpa tanda jasa yang sangat berjasa bagi bangsa ini
      mendidik dan mencerdaskan kita dari mulai tak bisa membaca hingga penuh dengan pengetahuan
      yuk kita doakan mereka semoga mendapat balasan indah dariNya 😉

      Like

      Reply
  4. dyca

    Pembentukan Ideologi kuat berbangsa,,sebagai pembetuk fundaMetal arogansi pendukung kemajuan negara yang tak goyah ombang-ambing multidimensional, intimidasi psikososial politik, intervensi dinamika perkembangan luar bermotif “tertentu”,dll 😀

    Like

    Reply

Leave a reply to akhanggas Cancel reply